Legenda Aji Saka
Di sebuah kerajaan yang makmur dan damai bernama Medang Kamulan, hiduplah seorang raja yang bijaksana bernama Prabu Dewata Cengkar. Namun, kebijaksanaannya perlahan memudar seiring berjalannya waktu. Raja yang dulunya adil dan baik hati berubah menjadi seorang tiran yang kejam. Ia mulai memerintah dengan tangan besi, menindas rakyatnya, dan bahkan memiliki kebiasaan yang mengerikan: memakan daging manusia.
Setiap hari, raja memerintahkan prajuritnya untuk mencari seorang pemuda untuk dijadikan santapannya. Rakyat hidup dalam ketakutan, dan banyak yang melarikan diri dari kerajaan. Namun, siapa pun yang mencoba melarikan diri akan ditangkap dan dihukum mati. Keadaan ini berlangsung selama bertahun-tahun, hingga suatu hari, datanglah seorang pemuda tampan dan bijaksana bernama Aji Saka.
Aji Saka adalah seorang pemuda dari tanah Jawa yang terkenal karena kecerdasan dan keberaniannya. Ia mendengar tentang kekejaman Prabu Dewata Cengkar dan memutuskan untuk pergi ke Medang Kamulan untuk mengakhiri penderitaan rakyat. Ia tidak sendirian; ia ditemani oleh dua orang abdi setia, yaitu Dora dan Sembada.
Perjalanan Aji Saka
Sebelum berangkat, Aji Saka memanggil kedua abdinya.
“Dora, Sembada,” kata Aji Saka dengan suara tegas. “Aku akan pergi ke Medang Kamulan untuk menghentikan kekejaman Prabu Dewata Cengkar. Kalian berdua akan menunggu di sini dan menjaga pusaka keramat ini.”
Dora dan Sembada mengangguk patuh. “Baik, Tuan,” kata Dora. “Kami akan menunggu di sini dan menjaga pusaka ini dengan baik.”
Aji Saka tersenyum. “Ingat, jangan pernah memberikan pusaka ini kepada siapa pun kecuali aku sendiri. Ini adalah perintahku.”
“Kami mengerti, Tuan,” jawab Sembada dengan penuh keyakinan.
Setelah memberikan pesan itu, Aji Saka berangkat menuju Medang Kamulan. Perjalanannya panjang dan melelahkan, tetapi tekadnya tidak pernah goyah. Ia tahu bahwa ia harus menyelamatkan rakyat dari cengkeraman raja yang kejam.
Pertemuan dengan Prabu Dewata Cengkar
Setibanya di Medang Kamulan, Aji Saka langsung menghadap ke istana. Ia disambut oleh para prajurit yang curiga.
“Siapa kau, pemuda?” tanya seorang prajurit dengan suara kasar.
“Namaku Aji Saka,” jawabnya dengan tenang. “Aku datang untuk menemui Prabu Dewata Cengkar.”
Prajurit itu tertawa sinis. “Kau berani menghadap raja? Kau tahu apa yang akan terjadi padamu?”
Aji Saka mengangguk. “Aku tahu. Tapi aku punya sesuatu yang bisa membuat raja tertarik.”
Prajurit itu ragu, tetapi akhirnya membawa Aji Saka ke hadapan raja. Prabu Dewata Cengkar sedang duduk di singgasananya, matanya menyala-nyala seperti binatang buas.
“Siapa kau, pemuda?” tanya raja dengan suara menggelegar.
“Aku Aji Saka, Yang Mulia,” jawab Aji Saka dengan sopan. “Aku datang untuk menawarkan diriku sebagai santapanmu.”
Raja tertawa terbahak-bahak. “Kau berani menawarkan dirimu sendiri? Apa kau tidak takut mati?”
“Aku tidak takut,” jawab Aji Saka dengan tegas. “Tapi sebelum kau memakanku, aku punya satu permintaan.”
“Apa itu?” tanya raja, penasaran.
“Aku ingin kau memberiku sebidang tanah seluas sorban yang aku kenakan ini,” kata Aji Saka sambil menunjukkan sorbannya.
Raja mengerutkan kening. “Tanah seluas sorban? Itu terlalu kecil. Apa gunanya bagimu?”
“Itu adalah permintaanku,” jawab Aji Saka dengan tenang. “Jika kau setuju, aku akan menyerahkan diriku sepenuhnya.”
Raja berpikir sejenak, lalu mengangguk. “Baiklah. Aku setuju. Tunjukkan sorbanmu.”
Aji Saka melepas sorbannya dan menggelarnya di tanah. Namun, anehnya, sorban itu terus memanjang dan melebar, seolah-olah tidak ada batasnya. Raja terkejut.
“Apa yang terjadi?” teriak raja. “Sorban ini tidak berhenti!”
Aji Saka tersenyum. “Inilah keajaiban yang aku miliki, Yang Mulia. Sorban ini akan terus meluas hingga mencakup seluruh kerajaanmu.”
Raja mulai panik. “Hentikan! Hentikan sekarang!”
“Tidak bisa,” jawab Aji Saka. “Ini adalah bagian dari perjanjian kita.”
Sorban itu terus meluas, mendorong raja ke tepi tebing. Dengan teriakan ketakutan, Prabu Dewata Cengkar terjatuh ke laut dan hilang selamanya. Rakyat yang menyaksikan kejadian itu bersorak gembira. Akhirnya, mereka terbebas dari kekejaman raja mereka.
Kembalinya Aji Saka
Setelah mengalahkan Prabu Dewata Cengkar, Aji Saka dinobatkan sebagai raja baru Medang Kamulan. Ia memerintah dengan adil dan bijaksana, membawa kedamaian dan kemakmuran bagi rakyatnya. Namun, ia tidak melupakan dua abdi setianya, Dora dan Sembada, yang masih menunggu di tempat mereka berpisah.
Aji Saka memerintahkan seorang utusan untuk menjemput Dora dan Sembada. Namun, sebelum utusan itu berangkat, Aji Saka memberikan pesan penting.
“Katakan pada mereka bahwa aku membutuhkan pusaka yang mereka jaga. Bawa pusaka itu ke sini.”
Utusan itu mengangguk dan segera berangkat. Setibanya di tempat Dora dan Sembada, ia menyampaikan pesan Aji Saka.
“Tuan Aji Saka meminta pusaka yang kalian jaga,” kata utusan itu.
Dora dan Sembada saling memandang. Mereka teringat akan pesan Aji Saka sebelum berangkat.
“Kami tidak bisa memberikan pusaka ini kepada siapa pun kecuali Tuan Aji Saka sendiri,” kata Dora tegas.
“Tapi ini perintahnya,” bantah utusan itu. “Aku diutus olehnya.”
Sembada menggeleng. “Kami tidak bisa melanggar perintah Tuan. Jika dia menginginkan pusaka ini, dia harus datang sendiri.”
Utusan itu kembali ke istana dan melaporkan apa yang terjadi. Aji Saka tersenyum. “Mereka benar. Aku memang memerintahkan mereka untuk tidak memberikan pusaka itu kepada siapa pun kecuali aku sendiri.”
Aji Saka memutuskan untuk pergi sendiri menemui Dora dan Sembada. Namun, ketika ia tiba, ia melihat sesuatu yang mengejutkan. Dora dan Sembada sedang bertengkar sengit.
“Kita harus memberikan pusaka ini kepada Tuan!” teriak Dora.
“Tidak! Kita harus menunggu perintah langsung darinya!” balas Sembada.
Aji Saka berusaha melerai, tetapi pertengkaran itu sudah terlalu panas. Tanpa sengaja, Dora dan Sembada saling menyerang hingga keduanya tewas. Aji Saka terpukul. Ia menyesal karena tidak datang lebih cepat.
Warisan Aji Saka
Untuk mengenang pengorbanan Dora dan Sembada, Aji Saka menciptakan sebuah aksara Jawa yang dikenal sebagai Hanacaraka. Setiap huruf dalam aksara itu memiliki makna mendalam, mencerminkan kisah persahabatan, kesetiaan, dan pengorbanan.
Aji Saka memerintah Medang Kamulan dengan bijaksana selama bertahun-tahun. Ia selalu mengingat pelajaran dari kisah Dora dan Sembada, bahwa kesetiaan dan kepercayaan adalah nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi.
Dan demikianlah, legenda Aji Saka menjadi cerita yang abadi, mengajarkan kita tentang keberanian, kebijaksanaan, dan pentingnya menjaga janji.
Tamat
Edy S
02 Oktober 2024 23:28:21
Selamat & sukses Pak Anuar Sadat dlm menjalankan tugas tuk desanya...