Masyarakat Peduli Api: Pilar Pertama Pencegahan Karhutlah Berbasis Komunitas
Photo dokumentasi pelatihan MPA dalam rangka mitigasi bencana Karhutlah di area PT. GAL dan sekitarnya
Meta Deskripsi: Masyarakat Peduli Api (MPA) adalah garda terdepan dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutlah). Artikel opini ini mengulas peran strategis, tantangan, serta urgensi penguatan kapasitas dan sinergi lintas sektor untuk menjadikan MPA sebagai kekuatan mitigasi berbasis komunitas yang efektif.
Oleh: Kontributor Sriwidadi
Dalam narasi kebencanaan di Indonesia, khususnya di wilayah rawan kebakaran hutan dan lahan (karhutlah), Masyarakat Peduli Api (MPA) bukan sekadar simbol. Mereka adalah barisan pertama yang mengawal keselamatan lingkungan dari bencana asap. Dibentuk di berbagai desa, terutama di kawasan sekitar konsesi perusahaan atau kawasan konservasi, MPA telah menjadi tulang punggung upaya mitigasi karhutlah berbasis komunitas, Jum’at ( 13/06/2025 ).
Namun, sudahkah kita memposisikan mereka dengan dukungan, pengakuan, dan sistem kerja yang sepadan?
Masyarakat Peduli Api (MPA) adalah kelompok masyarakat yang dibentuk secara sukarela, berbasis komunitas desa, dan diberdayakan untuk melakukan upaya pencegahan, deteksi dini, serta penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (karhutlah) di wilayah tempat tinggal mereka.
MPA biasanya dibentuk di desa-desa yang berada di sekitar kawasan hutan, lahan gambut, atau wilayah rawan karhutlah. Kelompok ini terdiri dari warga lokal yang memiliki pengetahuan tentang kondisi lingkungan sekitar serta kepedulian terhadap ancaman kebakaran.
Keberadaan MPA difasilitasi oleh pemerintah, LSM, atau perusahaan swasta yang memiliki konsesi di wilayah tersebut. Mereka mendapatkan pelatihan teknis, peralatan sederhana, dan panduan lapangan agar mampu bertindak cepat sebelum api menyebar luas.
Fungsi utama MPA meliputi:
- Patroli rutin dan pengawasan hotspot
- Edukasi kepada warga tentang larangan membakar lahan
- Koordinasi dengan aparat atau instansi penanggulangan bencana
- Pemadaman awal saat terjadi titik api
- Pemetaan dan pelaporan potensi kerawanan kebakaran
MPA dibentuk dengan semangat partisipasi dan pemberdayaan masyarakat lokal. Beranggotakan warga desa yang tinggal di sekitar hutan, gambut, atau lahan rawan terbakar, mereka dilatih untuk:
- mengenali titik api,
- memahami teknik pemadaman,
- melakukan patroli rutin,
- dan menjadi penghubung cepat informasi kepada pemerintah dan lembaga pemadam resmi seperti Manggala Agni.
Namun, di balik semangat besar itu, terdapat tantangan mendasar: minimnya dukungan teknis, insentif, dan kesinambungan pelatihan. Banyak MPA berjalan karena loyalitas, bukan karena sistem.
Dalam konteks perubahan iklim, frekuensi dan intensitas kebakaran lahan semakin sulit diprediksi. Maka, MPA tidak cukup hanya menjadi relawan musiman. Mereka perlu difungsikan sebagai bagian dari sistem perlindungan lingkungan yang berkelanjutan, yang artinya:
- Legalitas yang Jelas; MPA perlu diakui dalam regulasi desa dan kabupaten, bahkan masuk dalam early warning system nasional berbasis komunitas.
- Pelatihan dan Sertifikasi Berkala; MPA bukan hanya perlu pelatihan awal, tetapi juga refreshment training yang berbasis teknologi terbaru, termasuk penggunaan drone, aplikasi pemantauan hotspot, dan teknik pemadaman modern.
- Skema Insentif dan Asuransi; MPA kerap menghadapi risiko tinggi dalam operasional lapangan. Negara dan swasta perlu membuka ruang insentif dan perlindungan kerja bagi mereka.
Tidak dapat disangkal bahwa MPA baru efektif jika didukung oleh sinergi antara Pemerintah Desa, Perusahaan Perkebunan, BPBD, Dinas Kehutanan, dan lembaga seperti Manggala Agni. PT. GAL, misalnya, dalam pelatihannya bersama Manggala Agni DAOPS 2 Kapuas, menunjukkan model sinergi ideal: kolaboratif, terencana, dan berorientasi pada masyarakat.
Di Desa Sriwidadi, keterlibatan MPA dalam pelatihan, patroli, hingga advokasi desa ramah lingkungan menjadi contoh praktik baik. Pemerintah desa dapat menjadikan MPA bagian dari RPJMDes dan RKPD sebagai aktor pelestari lingkungan hidup.
Kita tidak bisa lagi melihat MPA sekadar sebagai "relawan kebakaran". Mereka adalah agen perubahan, pelindung desa, dan penjaga masa depan lingkungan. Mengabaikan penguatan MPA sama artinya dengan membiarkan desa-desa tetap berada dalam siklus kerentanan karhutlah.
Saatnya negara, swasta, dan desa bergandengan tangan memperkuat MPA, karena pencegahan bencana adalah investasi terbaik untuk masa depan.
Jika Anda memiliki akses kekuasaan di desa, kecamatan, atau instansi terkait, mari jangan lagi bertanya “Siapa yang harus bertanggung jawab saat kebakaran terjadi?” Tapi mulailah bertanya, “Apa yang sudah kita lakukan untuk memperkuat MPA sebelum bencana datang?”
Edy S
02 Oktober 2024 23:28:21
Selamat & sukses Pak Anuar Sadat dlm menjalankan tugas tuk desanya...