ARTIKEL DESA
Implementasi Sistem Swakelola dalam Pelaksanaan Pembangunan Desa

Lampiran File
Implementasi Sistem Swakelola dalam Pelaksanaan Pembangunan Desa
Pembangunan desa merupakan fondasi penting dalam mewujudkan pemerataan kesejahteraan di Indonesia. Salah satu pendekatan yang diterapkan dalam pelaksanaan pembangunan desa adalah sistem swakelola, sebuah sistem yang tidak hanya menekankan pada efisiensi dan efektivitas anggaran, tetapi juga pada partisipasi dan pemberdayaan masyarakat desa itu sendiri.
Pengertian dan Deskripsi Sistem Swakelola
Swakelola adalah metode pelaksanaan kegiatan yang dirancang dan dilaksanakan sendiri oleh lembaga pemerintah atau kelompok masyarakat. Dalam konteks desa, sistem swakelola berarti pembangunan dilakukan oleh pemerintah desa atau kelompok masyarakat desa itu sendiri, bukan melalui pihak ketiga atau kontraktor.
Pelaksanaan swakelola ini mencakup berbagai tahapan mulai dari perencanaan, pengadaan barang dan jasa, pelaksanaan kegiatan, hingga pelaporan. Semua tahapannya dilakukan secara transparan, akuntabel, dan mengutamakan pelibatan masyarakat desa setempat.
Tujuan Sistem Swakelola
Sistem swakelola diterapkan dengan tujuan:
- Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa.
- Memberdayakan potensi lokal, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam.
- Mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan desa.
- Menghindari praktik penyimpangan, seperti monopoli proyek oleh pihak tertentu.
- Menumbuhkan rasa memiliki masyarakat terhadap hasil pembangunan.
Fungsi Sistem Swakelola
Fungsi utama dari sistem swakelola adalah sebagai sarana:
- Pelaksanaan program secara langsung oleh masyarakat;
- Pemberdayaan dan pelatihan tenaga kerja lokal;
- Kontrol sosial yang lebih kuat karena pelaksana kegiatan berada dalam lingkup desa sendiri;
- Percepatan pelaksanaan pembangunan, karena tidak bergantung pada prosedur pelelangan yang rumit.
Manfaat Sistem Swakelola
Manfaat yang diperoleh dari implementasi sistem swakelola antara lain:
- Terciptanya lapangan kerja bagi masyarakat desa;
- Penghematan biaya proyek karena tidak adanya keuntungan kontraktor;
- Peningkatan kapasitas teknis masyarakat desa melalui proses pembelajaran langsung;
- Pembangunan lebih tepat guna dan tepat sasaran, karena pelaksanaan berdasarkan kebutuhan nyata di lapangan;
- Meningkatkan solidaritas sosial dan gotong royong di antara warga desa.
Mengapa Kepala Desa Tidak Boleh Memegang Proyek?
Dalam pelaksanaan swakelola, kepala desa tidak diperbolehkan memegang proyek secara langsung, baik sebagai pelaksana teknis maupun penyedia barang dan jasa. Hal ini ditegaskan dalam berbagai regulasi teknis untuk mencegah konflik kepentingan, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Kepala desa berfungsi sebagai pengambil kebijakan dan penanggung jawab utama, bukan pelaksana teknis proyek.
Regulasi Teknis Terkait Sistem Swakelola Desa
Pelaksanaan sistem swakelola mengacu pada sejumlah regulasi penting, antara lain:
- Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
- Mengatur jenis swakelola (Tipe I-IV), mekanisme, pelaksana kegiatan, dan tanggung jawab masing-masing pihak. - Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
- Menegaskan bahwa pelaksanaan kegiatan pembangunan fisik dapat dilakukan secara swakelola oleh Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) yang ditunjuk oleh kepala desa dan berasal dari unsur masyarakat. - Peraturan LKPP Nomor 3 Tahun 2021 Tentang Pedoman Swakelola.
- Menyediakan panduan teknis tentang bagaimana pelaksanaan swakelola dilakukan termasuk penyusunan RAB, pelaporan, pengawasan, dan pertanggungjawaban. - Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014; Tentang Desa.
- Memberikan kewenangan kepada desa untuk mengelola pembangunan dan keuangan desa secara mandiri, dengan prinsip partisipatif dan transparan. - Permendes PDTT Nomor 8 Tahun 2022 Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2023 (masih relevan secara prinsip tahun berikutnya).
- Menggarisbawahi bahwa kegiatan padat karya tunai desa (PKTD) harus dilaksanakan secara swakelola oleh masyarakat desa dan mengutamakan pemberdayaan tenaga kerja setempat.
Sistem Pengadaan Barang dan Jasa dalam Swakelola
Pengadaan barang dan jasa dalam sistem swakelola desa dilakukan dengan prinsip:
- Efisiensi dan efektivitas, melalui belanja langsung atau pemanfaatan potensi lokal;
- Transparansi, semua pembelian tercatat dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan dipantau oleh Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) serta Badan Permusyawaratan Desa (BPD);
- Akuntabilitas, dengan pelaporan yang rinci dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan sosial;
- Prioritas terhadap produk lokal, seperti material bangunan dari desa sendiri atau penyedia lokal.
Pelibatan Tenaga Kerja dari Masyarakat Sekitar
Salah satu ciri khas utama swakelola adalah penggunaan tenaga kerja lokal. Warga desa yang memiliki keterampilan (tukang, buruh, pengrajin) diberdayakan untuk mengerjakan proyek-proyek pembangunan seperti pembangunan jalan desa, jembatan, drainase, irigasi, dan fasilitas umum lainnya.
Selain membantu mengurangi pengangguran, pelibatan masyarakat lokal juga menumbuhkan rasa memiliki dan tanggung jawab bersama terhadap hasil pembangunan. Semangat gotong royong yang menjadi kearifan lokal bangsa Indonesia pun terpelihara dengan baik dalam praktik ini.
Penutup
Implementasi sistem swakelola dalam pembangunan desa adalah cermin dari semangat kemandirian dan partisipasi warga. Dengan regulasi yang jelas dan pengawasan yang kuat, sistem ini tidak hanya efektif dalam mempercepat pembangunan, tetapi juga mampu menciptakan desa yang berdaya, sejahtera, dan lestari. Kepala desa memegang peran strategis sebagai pengarah dan pengawas, bukan pelaksana teknis proyek, untuk menjamin jalannya pembangunan yang adil dan akuntabel bagi seluruh warga desa.
Edy s
02 Oktober 2024 23:28:21
Selamat & sukses Pak Anuar Sadat dlm menjalankan tugas tuk desanya...